Kampung Ketandan Malioboro Yogyakarta

Kampung Ketandan Malioboro Yogyakarta

Kampung Ketandan adalah sebuah kawasan pecinan yang terletak di kawasan Malioboro, pusat kota Yogyakarta. Tepatnya berada di sebelah tenggara perempatan antara Jalan Malioboro, Jalan Margo Mulyo, Jalan Pajeksan, dan Jalan Suryatmajan. 


Di kawasan Kampung Ketandan banyak terdapat rumah bertingkat dengan arsitektur Tionghoa, walaupun sudah mulai tergerus modernisasi. Oleh Pemerintah Kota Yogyakarta Kampung Ketandan ditetapkan sebagai kawasan Pecinan, dan kampung ini akan dikembangkan lebih lanjut. Bangunan-bangunan di kawasan ini akan dibuat berasitektur Tionghoa. Sementara bangunan yang sudah atau masih berasitektur Tionghoa akan dipertahankan.  

Masyarakat Tionghoa Yogyakarta sudah sejak 200 tahun yang lalu menempati kawasan Malioboro seperti kampung Ketandan, Beskalan, dan Pajeksan. Orang-orang Tionghoa di Kampung Ketandan mayoritas membuka toko emas dan perhiasan.  

Sejak tahun 2006, seiring dengan era reformasi di Indonesia, setiap menyambut Tahun Baru Imlek di Kampung Ketandan diadakan Pekan Budaya Tionghoa. Daerah ketandan dihias dengan ornamen-ornamen dan Gapura berarsitektur Tionghoa.

Pecinan atau Kampung Cina (atau Chinatown dalam Bahasa Inggris dan 唐人街 Tángrénjiē dalam Bahasa Mandarin ) merujuk kepada sebuah wilayah kota yang mayoritas penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak terdapat di kota-kota besar di berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau dan kemudian menetap seperti di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Asia Tenggara.

Pecinan pada dasarnya terbentuk karena 2 faktor yaitu faktor politik dan faktor sosial.  Faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah-wilayah tertentu supaya lebih mudah diatur (Wijkenstelsel). Ini lumrah dijumpai di Indonesia pada zaman Hindia Belanda karena pemerintah kolonial melakukan segregasi berdasarkan latar belakang rasial. 

Di waktu-waktu tertentu, malah diperlukan izin masuk atau keluar dari pecinan (Passenstelsel) semisal di pecinan Batavia. Faktor sosial berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan dapat saling bantu-membantu. Ini sering dikaitkan dengan sifat ekslusif orang Tionghoa, namun sebenarnya sifat ekslusif ada pada etnis dan bangsa apapun, semisal adanya kampung Madras/ India di Medan, Indonesia; kampung Arab di Fujian, Cina atau pemukiman Yahudi di Shanghai, Cina.

Posting Komentar

0 Komentar